Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Keradangan pada kulit akibat terpajan / kontak dengan bahan-bahan yang bersifat sensitizer (alergen). Secara garis besar terdapat 2 jenis dermatitis kontak, Dermatitis Kontak Alergi (DKA), Dermatitis Kontak Iritan (DKI). DKA menempati 20% dari kejadian dermatitis kontak, hal ini disebabkan karena DKA hanya terjadi pada orang yang hipersensitif.
Etiologi
Kontak dengan alergen (sensitizer) terutama pada orang kulitnya hipersensitif. Beberapa hal yang menjadi alergen pada kasus DKA :
Deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen, pestisida, sarung tangan, deodoran, gelang, berbagai alat kosmetik (lipstik, cat kuku, eye shadow, dan lain sebagainya), anting, kaca mata, kancing, logam, bahan pelembut, pewarna pakaian, kondom, pembalut, kaos kaki, sandal, sepatu, dan lain-lain.
Deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen, pestisida, sarung tangan, deodoran, gelang, berbagai alat kosmetik (lipstik, cat kuku, eye shadow, dan lain sebagainya), anting, kaca mata, kancing, logam, bahan pelembut, pewarna pakaian, kondom, pembalut, kaos kaki, sandal, sepatu, dan lain-lain.
Patologi dan patogenesis
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 4 (Delayed type Hypersensitivity). Pajanan terhadap alergen akan menyebabkan proses sensitisasi pada pasien. Hal ini menyebabkan gejala DKA baru timbul setelah pajanan ke-2.
Terdapat 2 fase yang terjadi
a. Fase primer (fase sensitisasi)
Fase ini harus dialami pasien sebelum mengalami gejala DKA. Adanya hapten yang masuk ke dalam kulit melalui stratum korneum, hapten akan ditangkap oleh sel langerhans. Di sini sel langerhans berperan sebagian APC (Antigen Presenting Cell) yang akan mempresentasikan antigen kepada sel T. Sel T akan mengalami diferensiasi menjadi sel T efektor (Th-1) dan sel T memori yang akan beredar ke seluruh limfonodus di tubuh. Fase ini berlangsung 2-3 minggu
b. Fase sekunder (fase elisitasi)
Terjadi karena pajanan ulang terhadap hapten (pajanan ke-2) , proses yang sama terjadi yaitu sel langerhans mempresentasikan antigen kepada sel T, namun kali ini sel T efektor (Th-1) dan sel T memori yang sudah terbentuknya sebelumnya mampu menciptakan respons imun dan inflamasi yang masif. Sel T yang teraktivasi akan memproduksi IL-2 (autokrin untuk proliferasi sel T) dan interferon gamma yang merangsang sel keratinosit dan makrofag. Reaksi di atas akan menimbulkan manifestasi klinis pada DKA, fase ini berlangsung selama 24-48 jam
Terdapat 2 fase yang terjadi
a. Fase primer (fase sensitisasi)
Fase ini harus dialami pasien sebelum mengalami gejala DKA. Adanya hapten yang masuk ke dalam kulit melalui stratum korneum, hapten akan ditangkap oleh sel langerhans. Di sini sel langerhans berperan sebagian APC (Antigen Presenting Cell) yang akan mempresentasikan antigen kepada sel T. Sel T akan mengalami diferensiasi menjadi sel T efektor (Th-1) dan sel T memori yang akan beredar ke seluruh limfonodus di tubuh. Fase ini berlangsung 2-3 minggu
b. Fase sekunder (fase elisitasi)
Terjadi karena pajanan ulang terhadap hapten (pajanan ke-2) , proses yang sama terjadi yaitu sel langerhans mempresentasikan antigen kepada sel T, namun kali ini sel T efektor (Th-1) dan sel T memori yang sudah terbentuknya sebelumnya mampu menciptakan respons imun dan inflamasi yang masif. Sel T yang teraktivasi akan memproduksi IL-2 (autokrin untuk proliferasi sel T) dan interferon gamma yang merangsang sel keratinosit dan makrofag. Reaksi di atas akan menimbulkan manifestasi klinis pada DKA, fase ini berlangsung selama 24-48 jam
Tanda dan gejala
a. Fase akut : eritema, edema, papul ,vesikel
b. Fase kronis : kulit menebal/lichenifikasi, kulit pecah-pecah, skuama, kulit mengering
Tabel perbedaan antara dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan
b. Fase kronis : kulit menebal/lichenifikasi, kulit pecah-pecah, skuama, kulit mengering
Tabel perbedaan antara dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan
Diagnosis
a. Riwayat pajanan terhadap antigen sebelum adanya gejala
b. Uji kulit : Uji tempel , Uji gores
b. Uji kulit : Uji tempel , Uji gores
Treatment and management
a. Hindari kontak dengan alergen
b. Kortikosteroid, cth : prednison 30mg/hari atau dapat diberikan sediaan topikal jika lesi bersifat kering
c. Lesi yang masih basah dapat diberi kompres Nacl
b. Kortikosteroid, cth : prednison 30mg/hari atau dapat diberikan sediaan topikal jika lesi bersifat kering
c. Lesi yang masih basah dapat diberi kompres Nacl
Sumber
a. Kuliah blok Dermatologi FKUB 2014
b. Sularsito SA. Djuanda S. Dermatitis. Dalam : Djuada A, Hamzah M, Aisah S. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta : Badan penerbit FKUI
c. Irna. Mahadi R. Ekzema dan Dermatitis. Dalam : Harahap M. Penyunting. 2000. Ilmu penyakit kulit. Jakarta : Hipokrates
d. Hogan DJ. Allergic Contact Dermatitis. 2015. [Online] Diakses 14 Januari 2016 [Dari : http://emedicine.medscape.com/article/1049216]
e. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology sixth edition. Newyork : McGrawHill
b. Sularsito SA. Djuanda S. Dermatitis. Dalam : Djuada A, Hamzah M, Aisah S. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta : Badan penerbit FKUI
c. Irna. Mahadi R. Ekzema dan Dermatitis. Dalam : Harahap M. Penyunting. 2000. Ilmu penyakit kulit. Jakarta : Hipokrates
d. Hogan DJ. Allergic Contact Dermatitis. 2015. [Online] Diakses 14 Januari 2016 [Dari : http://emedicine.medscape.com/article/1049216]
e. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology sixth edition. Newyork : McGrawHill