Testis Maldesensus , Undescensus Testis (UDT) / Kriptokismu
Testis maldesensus adalah proses penurunan testis yang tidak berjalan dengan baik sehingga testis tidak didapati pada skrotum. Testis yang tidak turun ini dapat berada di jalurnya (jalur penurunan testis pada saat janin) (Kriptokismus atau undescensus testis) atau berada di luar jalurnya (Ektopik). Pembahasan pada artikel kali ini berfokus pada UDT / kriptokismus
Prevalensi UDT pada bayi normal adalah 1-3% sedangkan pada bayi prematur mencapai 30%. Pada umumnya (70%) testis akan turun ke skrotum dalam 1 tahun. Dalam jangka panjang UDT dapat menyebabkan keganasan testis dan infertilitas
UDT merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering pada populasi pediatrik. Prevalensi UDT pada bayi normal berkisar 1-3% sedangkan pada bayi prematur mencapai 30%. Pada umumnya testis akan turun
Prevalensi UDT pada bayi normal adalah 1-3% sedangkan pada bayi prematur mencapai 30%. Pada umumnya (70%) testis akan turun ke skrotum dalam 1 tahun. Dalam jangka panjang UDT dapat menyebabkan keganasan testis dan infertilitas
UDT merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering pada populasi pediatrik. Prevalensi UDT pada bayi normal berkisar 1-3% sedangkan pada bayi prematur mencapai 30%. Pada umumnya testis akan turun
Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui, bersifat multifaktorial termasuk diantaranya adalah faktor endokrin, faktor lingkungan, faktor genetik (mutasi), faktor anatomi, dsb.
Patologi dan patogenesis
Terdapat 2 tahap proses turunnya testis kedalam skrotum.
a. Tahap 1 (dari abdomen -> inguinal) , Pada usia kehamilan 8-15 minggu. Gubernaculum (ligamen genito inguinal) semakin membesar dan ligamen di bagian kranial mengalami regresi. Gubernaculum ini menarik testis menuju skrotum. Sel Leydig juga memproduksi INSL3 (Insulin-like hormone 3) yang menstimulasi bagian caudal gubernaculum untuk tumbuh dan menjadi semakin tebal.. Mullerian inhibiting substance menstimulasi perkembangan gubernaculum juga.
b. Tahap 2 (migrasi gubernaculum dan testis dari inguinal menuju skrotum), pada usia kehamilan 25 dan 35, nervus genitofemoralis mengeluarkan calcitonin-gene related peptide yang berfungsi sebagai faktor kemotaksis selama proses migrasi.
Kegagalan dari proses di atas (gangguan hormonal, mutasi gen INSL3, kelainan genetik) akan menyebabkan testis gagal turun
Testis yang tidak turun menuju skrotum tidak akan mendapat suhu optimal untuk proses spermatogenesis. Hal ini juga menyebabkan kerusakan-kerusakan sel-sel pada testis yang akhirnya dapat memicu terjadinya keganasa
a. Tahap 1 (dari abdomen -> inguinal) , Pada usia kehamilan 8-15 minggu. Gubernaculum (ligamen genito inguinal) semakin membesar dan ligamen di bagian kranial mengalami regresi. Gubernaculum ini menarik testis menuju skrotum. Sel Leydig juga memproduksi INSL3 (Insulin-like hormone 3) yang menstimulasi bagian caudal gubernaculum untuk tumbuh dan menjadi semakin tebal.. Mullerian inhibiting substance menstimulasi perkembangan gubernaculum juga.
b. Tahap 2 (migrasi gubernaculum dan testis dari inguinal menuju skrotum), pada usia kehamilan 25 dan 35, nervus genitofemoralis mengeluarkan calcitonin-gene related peptide yang berfungsi sebagai faktor kemotaksis selama proses migrasi.
Kegagalan dari proses di atas (gangguan hormonal, mutasi gen INSL3, kelainan genetik) akan menyebabkan testis gagal turun
Testis yang tidak turun menuju skrotum tidak akan mendapat suhu optimal untuk proses spermatogenesis. Hal ini juga menyebabkan kerusakan-kerusakan sel-sel pada testis yang akhirnya dapat memicu terjadinya keganasa
Tanda dan gejala
a. Tidak didapati testis pada skrotum
b. Testis dapat dipalpasi maupun tidak, testis yang tidak dapat dipalpasi bisa saja terdapat di dalam abdomen atau memang tidak terdapat testis
c. Bisa didapati hernia inguinal indirek
d. Skrotum tidak berkembang seperti anak pada umumnya
e. Pada orang dewasa, keluhannya adalah tidak dapat memiliki keturunan (infertil)
b. Testis dapat dipalpasi maupun tidak, testis yang tidak dapat dipalpasi bisa saja terdapat di dalam abdomen atau memang tidak terdapat testis
c. Bisa didapati hernia inguinal indirek
d. Skrotum tidak berkembang seperti anak pada umumnya
e. Pada orang dewasa, keluhannya adalah tidak dapat memiliki keturunan (infertil)
Diagnosis
Umumnya dapat diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan USG untuk mencari letak testis sering kali tidak banyak manfaatnya. Pemeriksaan hormonal (testosteron, LH, FSH) diindikasikan jika UDT disertai dengan hipospadia atau UDT bilateral.
Pemeriksaan dengan MRA (Magnetic Resonance Angiography) memiliki nilai sensitivitas hampir 100% namun membutuhkan sedasi dan harganya maha
Pemeriksaan dengan MRA (Magnetic Resonance Angiography) memiliki nilai sensitivitas hampir 100% namun membutuhkan sedasi dan harganya maha
Treatment and management
Waktu yang tepat
a. Terapi hormonal (hCG intranasal)
b. Orchidopexy
c. Orchidectomy
d. Bedah laparoskopi
a. Terapi hormonal (hCG intranasal)
b. Orchidopexy
c. Orchidectomy
d. Bedah laparoskopi
Sumber
a. Kuliah Blok Reproduksi FKUB 2016
b. Purnomo BB. 2011. Dasar-dasar urologi edisi ketiga. Sagung Seto : Jakarta
c. Fawzy F, Hussein A, Eid MM, El kashash AM, Salem HK. Cryptorchidism and Fertility. Clin Med Insights Reprod Health. 2015;9:39-43.
d. Hutson JM, Balic A, Nation T, Southwell B. Cryptorchidism. Semin Pediatr Surg. 2010;19(3):215-24.
e. Chung E, Brock GB. Cryptorchidism and its impact on male fertility: a state of art review of current literature. Can Urol Assoc J. 2011;5(3):210-4.
b. Purnomo BB. 2011. Dasar-dasar urologi edisi ketiga. Sagung Seto : Jakarta
c. Fawzy F, Hussein A, Eid MM, El kashash AM, Salem HK. Cryptorchidism and Fertility. Clin Med Insights Reprod Health. 2015;9:39-43.
d. Hutson JM, Balic A, Nation T, Southwell B. Cryptorchidism. Semin Pediatr Surg. 2010;19(3):215-24.
e. Chung E, Brock GB. Cryptorchidism and its impact on male fertility: a state of art review of current literature. Can Urol Assoc J. 2011;5(3):210-4.